Kontribusi Islam Dalam Peradaban Dunia
Nama : Amin Martin
Suharyanto
NIM : 1608101051
Jurusan : PAI-B/II
Dosen Pengampu : Prof.
Dr. H. Jamali Sahrodi, M.Ag
Kontribusi Islam Dalam Peradaban Dunia
Berbicara
mengenai kontribusi Islam bagi peradaban dunia, maka saya akan mencoba
menariknya dari tiga periode. Dimana dengan mengetahui tentang lata belakang
Islam dari masa periodesasi yang ada, maka nanti kita akan mudah dalam
menyimpulkan apa saja kontribusi Islam terhadap peradaban dunia. Sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh Harun Nasution, bahwa dalam sejarah, Islam dicatat dan
diringkas menjadi tiga periode, yakni periode
klasik (650-1250 M),
periode pertengahan (1250-1800 M), dan
periode modern (1800
M-sekarang).
Periode
klasik terbagi ini menjadi dua, yaitu masa kemajuan Islam I (650-1000
M) dan masa
disintegrasi (1000-1250 M).
Masa ini bisa disebut
sebagai awal dari
masa keemasan Islam. Atau dengan
kata lain, masa ini adalah masa dimana Islam tumbuh subur di berbagai belahan
bumi, yang mana pada dasarnya Islam ini merupakan agama yang diemban oleh
Rasululloh saw dan para rombongan orang-orang pilihan dari gurun yang tandus
untuk menaklukan Jazirah Arab dan seluruh dunia untuk mengajak kepada
ketauhidan. Yakni mengajak kepada pengakuan hanya ada satu Tuhan saja yang
berhak disembah saja, yakni Allah swt.
Singkat
cerita, setelah Rasululloh saw mendapat wahyu pertama yakni QS. Al-‘Alaq dan
turun setelahnya AL-Mudatsir ayat 1-7 tentang perintah dakwah. Maka Rasulullloh
saw segera bergegas untuk menyebarkan Islam ini sebagai agama Rahmatan lil
‘Alamin. Beliau memulai dakwah Islam ini kepada orang-orang yang terdekat
terlebih dahulu. Sampai akhirnya beliau mampu untuk membentuk hegemoni
masyrakat yang luar biasa hebat dalam Madinah Munawaroh sehingga bertambah
kuatlah Islam tersebut. Maka tidak heran apabila pada kala itu dikenal sebagai Golden
Age.
Sebelum Nabi Muhammad
saw. wafat, ekspansi
Islam telah berhasil
menguasai Semenanjung Arabia (Arabian
Peninsula). Ekspansi ke
luar wilayah Arab baru
dimulai pada masa
khalifah pertama Abu
Bakar AshShiddiq. Selain dalam
hal ekspansi, pada masa Rasulullah
saw., Islam merupakan jalan
keluar bagi kerusakan
akidah atau tauhid masyarakat Arab.
Islam mengajarkan menyembah
hanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Konsep tauhid Islam
inilah yang kemudian sebagai cikal-bakal
dari lahirnya integrasi
umat manusia. Misi Rasulullah saw.
ialah membawa kedamaian,
persatuan, dan kasih sayang
sesama manusia, suatu
misi yang sangat
berlawanan bagi kultur dan
kebiasaan masyarakat Arab
Jāhiliyah yang selalu mengutamakan kepentingan kelompok masing-masing.
Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad
saw. selanjutnya dikembangkan
oleh para sahabat.
Masa
kemajuan Islam I (bagian dari periode
klasik) ini ditandai
oleh adanya sejarah
empat sahabat Nabi Muhammad yang dalam kajian Islam akrab
disebut sebagai Khulafā`ur Rāsyidīn, yaitu Abu Bakar (menjabat
sebagai amīr al-mu‟minīn tahun 632-634 M), Umar bin Khattab (634-644
M), Utsman bin Affan (644-656 M), dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M). Pada masa
ini Islam mulai tersebar di luar
wilayah Semenanjung Arab.
Terjadi penaklukan-penaklukan Islam
terhadap beberapa wilayah,
seperti Damaskus, Mesir, Irak.
Palestina, Syiria, dan Persia.
Pergerakan dari
“kerajaan” Khulafā`ur Rāsyidīn
selanjutnya diteruskan oleh Dinasti
Umayyah (661-750 M). Ekspansi penyebaran Islam semakin
luas pada zaman
ini. Daerah-daerah yang
dikuasai Islam pada masa
ini adalah Syiria,
Palestina, Afrika Utara,
Irak, Semenanjung Arabia, Persia,
Afghanistan, dan Asia
Tengah (Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan). Di samping
itu, pada masa
ini juga ditandai
dengan berkembangnya
kebudayaan Arab.
Sumbangsih
dan peran dari Khalifah
Abdul Malik dengan perubahan
bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi
ke bahasa Arab,
membuat masyarakat semakin menaruh perhatian terhadap bahasa
Arab. Penyair-penyair Arab-baru bermunculan
pada masa ini,
seperti Qays bin
Al-Mulawwah (w. 699 M),
Jamil Al-Udhri (w.
701 M), Al-Akhtal
(w. 710 M),
Umar bin Abi Rabi‟ah
(w. 719 M),
Al-Farazdaq (w. 732
M), dan Jarir
(w. 792 M). Tidak hanya itu,
perhatian dalam bidang tafsir,
hadis, fikih, dan ilmu kalam juga hadir pada masa ini.
Peradaban Islam
semakin maju dengan
perpindahan kekuasaan
dari Dinasti Bani
Umayyah ke Dinasti
Bani Abbasiyah. Pusat kota
kerajaan Bani Abbasiyah
terletak di Baghdad menggantikan kota
Damaskus pada masa
Dinasti Umayyah. Perpindahan ibu
kota kerajaan ini dilakukan oleh Khalifah Al-Manshur (754-775 M). Pada tahun
775 M kepemimpinan Al-Manshur digantikan oleh
Khalifah Al-Mahdi (775-785).
Pada zaman ini
perekonomian negara mulai meningkat
dengan berkembangnya bidang
pertanian dan pertambangan.
Pada masa
Bani Abbasiyah perhatian
terhadap ilmu pengetahuan mulai
tumbuh, khususnya pada
masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid
(785-809 M) dan Al-Ma‟mun (813-833).
Perhatian terhadap ilmu pengetahuan
ini ditandai dengan
penerjemahan buku buku
yang berbahasa Yunani dan Bizantium ke dalam bahasa Arab. Untuk kegiatan
menerjemahkan buku-buku ini,
Khalifah Al-Ma‟mun
mendirikan Bait al-Hikmah. Di
antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
diutamakan dalam Bait
al-Hikmah ini adalah
ilmu kedokteran, fisika, geografi, astronomi, optik, sejarah, dan
filsafat.
Pada
masa kemajuan Islam ini terdapat integrasi dari beberapa cabang ilmu
pengetahuan. Dalam ilmu kedokteran, terkenal nama Ar-Razi yang di Eropa dikenal
dengan nama Rhazes. Karya-karyanya di
bidang kedokteran diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin
untuk digunakan di Eropa.
Selain Ar-Razi, yang
tidak kalah masyhur
dan terkenal adalah Ibnu Sina seorang filsuf sekaligus dokter. Ia
menulis satu ensiklopedia dalam
ilmu kedokteran berjudul
Al-Qānūn fī AthThibb
(Canon of Medicine).
Buku ini digunakan
di Eropa sampai pertengahan kedua dari abad XVII.
Integrasi
juga terjadi dalam bidang bahasa,
kebudayaan, astronomi, optik,
ilmu kimia, geografi,
dan filsafat. Yang menarik, pada
periode ini pula
ilmu-ilmu keagamaan dalam Islam
mulai disusun. Dalam bidang penyusunan hadis terkenal nama Imam
Bukhari dan Muslim.
Dalam bidang fikih,
terkenal nama Imam Abu
Hanifah, Imam Malik
bin Anas, Imam
Syafi‟i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ath-Thabari
terkenal dalam bidang tafsir dan Ibnu
Hisyam terkenal dalam bidang sejarah.
Perumusan konsep teologi dihadirkan oleh Washil
bin Atha‟, Ibnu Huzail Al-Allaf dan lainlain dari golongan Muktazilah. Adapun dari Ahlu Sunnah, terkenal Abu
Hasan Al-Asy‟ari dan
Al-Maturidi. Dalam bidang
tasawuf, terdapat nama Abu
Yazid Al-Busthami, Husain
bin Mansur Al-Hallaj,
dan sebagainya. Periode ini
merupakan masa peradaban
Islam yang tertinggi dari
periode-periode yang ada.
Dalam perkembangan
selanjutnya Islam mengalami disintegrasi politik
dan perpecahan di
kalangan umat yang menyebabkan Islam
mundur dari pentas
atau panggung peradaban dunia. Ditambah
dengan upaya diterjemahkannya buku-buku
ilmu pengetahuan dan filsafat karangan para ahli dan filsuf Islam ke
dalam bahasa Eropa pada abad ke-12
M, menandai berakhirnya
fase kemajuan Islam I
(650-1000 M). Periode
ini disebut dengan
masa disintegarsi
(1000-1250 M). Masa
ini ditandai dengan
adanya kerajaan-kerajaan independen yang
ingin memisahkan diri
dari kepemimpinan seorang khalifah.
Disintegrasi politik tersebut
yang menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Selanjutnya
adalah periode pertengahan (1250-1800 M). Pada zaman ini
tidak ada perkembangan
yang berarti bagi
peradaban Islam, kecuali hanya
sedikit. Perkembangan itu
pun hanya bersifat memperluas kekuasaan Islam ke dalam
beberapa wilayah, seperti di Mesir, India, Persia, Turki, dan lain-lain.
Rekaman sejarah yang paling terlihat
dan dikenal masyarakat
pada umumnya pada
zaman ini adalah penaklukan
Konstantinopel dari Kerajaan
Bizantium pada tahun 1453 M oleh
Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1481 M).
Pada zaman ini
terdapat tiga kerajaan
besar, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan
Kerajaan Mughal di India. Masing-masing dari kerajaan ini tidak memperlihatkan
kontribusi bagi peradaban Islam
secara signifikan.
Peperangan demi peperangan bahkan
sering terjadi pada masa tiga kerajaan besar ini untuk menguasai
wilayah tertentu. Disintegrasi
politik pada masa
ini terlihat semakin besar
dibandingkan dengan masa
Bani Abbasiyah dan sekaligus
menandai berakhirnya perkembangan peradaban Islam.
Pada
saat Islam sibuk dan kerepotan dengan merespon tumbuh perpolitikan yang rumit
itu, di Barat
mulai tumbuh kesadaran
untuk menaruh perhatian lebih
terhadap ilmu pengetahuan.
Inilah yang kita kenal dengan istilah Renaisance. Oleh karena
itu, umat Islam tidak
hanya berdiam diri
melihat kegemilangan dunia
Barat, tetapi membuat pola
perubahan kiblat pengetahuan
dari yang sebelumnya berkiblat
kepada peradaban Yunani,
menjadi berkiblat kepada peradaban
Barat. Masa ini
disebut dengan periode
modern (1800 M - Sekarang).
Untuk
memperbaiki kondisi peradaban dalam diri Islam yang ada, maka sejumlah tokoh
Islam melakukan pembaruan pemikiran Islam atau modernisasi dalam
Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam. Beberapa
tokoh pembaru itu
di antaranya seperti
di Mesir terkenal nama Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, dan Jamal uddin AlAfghani. Di India pembaruan dilakukan oleh Sir Sayyid Ahmad Khan, Sayyid Amir
Ali dan Muhammad
Iqbal. Ide pembaruan
itu sampai masuk ke
Indonesia dan dikembangkan
oleh K.H Ahmad Dahlan dari organisasi
Muhammadiyah dan oleh
KH Hasyim Asy‟ari
dari Nahdhatul Ulama.
Setelah
kita mengetahui tentang sejarah ringkas tentang perjalanan umat Islam dari
periode klasik hingga modern dengan berbagai sumbangsih dalam bidang ilmu
pengetahuan sebagaimana diatas, maka dapat kita telaah tentang kontribusi Islam
dalam peradaban dunia adalah sebagai berikut :
1.
Apabila kita
melihat sisi terang dari Masa Pemerintahan Bani Umayah, maka kita akan mengenal
dan mendengar nama Abul Aswad Ad-Duali
(w. 681 M)
yang menyusun gramatika Arab
dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiah yang semula tidak
bertitik. Upaya ini
sangat berguna untuk
memudahkan orang dalam membaca
dan mempelajari bahasa
Arab agar dapat diketahui maknanya, terutama oleh
mereka yang a‟jamī (non-Arab).
2.
Lain halnya
dengan Bani Umayah, pemerintahan Bani Abasyiah juga memiliki kontirbisu yang
besar. Dimana Masa kejayaan Bani
Abbasiyah terjadi pada
masa Khalifah Harun Al-Rasyid
dan anaknya Al-Ma‟mun.
Pada masanya ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan
umum berkembang pesat. Perkembangan ilmu agama
meliputi, pembukuan sejumlah
bidang agama, yaitu fikih,
tafsir, hadis, kalam,
dan tasawuf. Adapun
bidang ilmu pengetahuan umum
meliputi filsafat, ilmu
kedokteran, ilmu astronomi, farmasi,
geografi, sejarah, dan
bahasa. Kemajuan ini disebabkan pada orientasi peradaban yang
diarahkan pada kemajuan ilmu pengetahuan, dan bukan pada ekspansi perluasan
wilayah.
Kemajuan peradaban
Islam pada masa
Bani Abbasiyah ini ditentukan setidaknya oleh dua faktor,
yaitu terjadinya asimilasi antara bangsa
Arab dengan bangsa-bangsa
lain yang telah
mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, dan adanya gerakan penerjamahan
buku-buku kebudayaan Yunani
ke dalam bahasa Arab. Keterbukaan Islam terhadap peradaban
bangsa lain membuat Islam semakin maju dan tinggi dalam hal peradaban.
Sebenarnya penerjemahan buku Yunani ini nantinya akan memberikan sumbangsih
yang besar dalam percaturan dunia ilmu pengetahuan dunia dalam berbagai bidang,
misalnya Filsafat. Dan dalam hal lain pada nantinya akan membantu secara tidak
langsung proses Renaisance dunia Barat-Eropa pada waktu-waktu yang
selanjutnya.
3.
Penerjemahan buku
Ibnu Rusyd ke dalam bahasa Eropa-Barat yang dilakukan pada abad 14-an yang
pada akhirnya pada abad ke-16 terjadi
reformasi di Eropa sekaligus muncullah rasionalisme pada
abad ke-17 M di Eropa yang menyebabkan salah satu faktor Barat menjadi
maju seperti sekarang ini. Sebab mereka sudah meneterjemahkan beberapa karya
Ibnu Rusyd tersebut. Hal ini bermula ketika banyaknya para
pelajar Kristen Eropa
yang menimba ilmu di
pelbagai Universitas Islam
di Spanyol, seperti Universitas Cordoba,
Sevilla, Malaga, Granada,
dan Samalanca. Ini menunjukan
bahwa Islam bersikap “Welcome” kepada siapa saja yang ingin menimba suatu
keilmuan.
4.
Pada masa yang
sama, yakni dengan Ibnu Rusyd dalam pemerintahan Dinasty Umayah di Spanyol yang
didirikan oleh Abdurrahman Ad-Dakhil itu, muncullah tokoh Ibnu Bathutah
yang membuktikan bahwa Bumi itu bulat. Yang pada masa selanjutnya, yakni pada
Galileo baru memunculkan konsep yang sama. Perkembangan pada bidang yang
dimaksud disini adalah dalam cabang geografi.
5.
Khalifah Al-Ma‟mun
mendirikan pusat riset dan
penerjemahan di Baghdad,
yang ia beri
nama Bait al-Hikmah
pada tahun 830 M. Banyak penerjemah handal yang ahli menerjemahkan dan
banyak dari mereka
adalah non-muslim, seperti Tsabit ibn Qurrah Al-Harrani
yang berasal dari Sabean di
Harran. Gerakan penerjemahan
ini menghasilkan banyak
sarjana, seperti, sarjana kimia
Jabir ibn Hayyan
Al-Azdi Ath-Thusi AshShuff
(721-815) yang mengharumkan
istana Khalifah Harun
Al Rasyid; sarjana yang memiliki
prestasi besar seperti Ar-Razi (865-925),
dokter klinis terbesar
di dunia Islam
dan Barat yang mendapat
julukan “Galennya Arab”;
filsuf muslim pertama
yang menguasai filsafat Yunani,
Al-Kindi (801-866).
6.
Diterjemahkannya
buku Ibnu Sina, yang salah
satu karyanya berjudul
Al-Qānūn fī al-Thibb sebagai rujukan pada bidang ilmu
kedokteran dunia. Khususnya dunia Barat-Eropa.
7.
Munculnya konsep
teologi dari tokoh Islam seperti Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dan Ibnu Zuhr yang juga merupakan
filsuf Islam.
8.
Diterjemahkannya
buku karya Plato dan Aristoteles oleh Al-Kindi yang diperintahkan Raja Al-Ma‟mun dan Raja
Harun Al-Rasyid pada zaman Abbasiyah.
Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin
buku tersebut ke dalam bahasa
Arab. Dan yang pada akhirnya menjadi rujukan dalam bidang keilmuan filsafat
dunia. Hal ini dilakukan pada kala itu karena dikhawatirkan warisan kebudayaan
klasik Yunani yang terancam akan kehilangan dan kemusnahannya sehingga
penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Aristoteles,
Galenus, Ptolemious dan lainnya tidak hilang.
9.
Dalam bidang astronomi
dan aljabar, sebut saja Alfaraganus (Abu Abbas Al-Farghani) dan
Albattegnius (Muhammad bin Jabir Al-Battani), dimana buku al-Farghani tentang
Ringkasan Astronomi diterjemahkan oleh Gerard of Cremona. Ada juga Umar
Khayyam, yang menurut Hitti, kalender hasil karyanya lebih tepat dibanding kalender
Gregorius. Teori Heliosentris ternyata juga sudah lama dikemukakan oleh
Al-Biruni jauh sebelum Copernicus dan Galileo. Dalam matematika, nama Muhammad
Ibn Musa Al-Khawarizmi sangat masyhur.
10.
Dalam optika
dikenal nama Abu Ali Hasan bin Al-Haytsam dengan magnum opusnya Al-Manazib yang
di dalamnya ia menentang Teori Euclid. Ia berpendapat bahwa bendalah
yang mengirim cahaya ke mata dan bukan sebaliknya. Dari proses pengiriman
cahaya itulah timbul gambaran benda dalam mata.
11.
Para ilmuwan
muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi (Greco
Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan. Periode Hellenistik atau era
Hellenistik adalah masa yang berlangsung setelah penaklukan Aleksander Agung.
Tidak ada komentar: