Header Ads

Breaking News
recent

Kebijakan Pendidikan Islam di Turky Utsmani, Sultan Muhammad Al-Fatih


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses sadar yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki berbagai kompetensi dan keterampilan kepada seorang peserta didik yang sedang berusaha untuk mengembangkan potensi yang ada pada dalam dirinya sehingga seorang peserta didik dapat terlahir sebagai seorang insan yang produktif dalam segala bidang. Setiap Anak Adam berhak untuk mengenyam pendidikan formal, informal, maupun non-formal. Dimulai semenjak dia berada dalam kandungan sampai ke liang lahat. Hal ini mengandung maksud bahwa proses pendidikan tidak pernah meilhat batasan umur, usia, dan waktu.
Agar suatu proses pendidikan yang sudah terencana tetap melaju pada garis lintasnya, pastilah membutuhkan pengorganisasian yang tepat-akurat. Sehingga aktifitas yang berciri khas pengajaran ini dapat berlabuh dengan efektif dan efisien.
Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil ‘Alamin pastilah memiliki andil yang besar dalam dunia pendidikan. Dikatakan demikian karena keilmuan dalam Agama Islam sangat lah luas. Maka perlu adanya suatu pembahasan tersendiri dalam suatu lembaga pendidikan agar nilai-nilai yang termaktub dalam Kitab Allah SWT dapat difahami, divisualisasikan, dan diimplementasikan dalam aplikatif kehidupan sehari-hari. Maka sudah barang tentu Islam sendiri memiliki andil terhadap perkembangan dunia pendidikan yang ada. Selain itu, agama Islam merupakan bagian dari kontrol terhadap perubahan yang ada pada peradaban manusia di muka bumi. Sehingga Islam telah mendarah daging dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya adalah dalam ranah dunia pendidikan.
Berjalannya Islam dengan optimal merupakan suatu perkara yang tidak bisa dianggap mudah dalam ukur daya upaya manusia. Maka butuh lah suatu wadah atau organisasi yang memiliki kestabilan dan kejelasan orientasi sehingga wadah atau organisasi yang ada akan mampu menjadi “Nahkoda” sekaligus “Tameng” terhadap jalannya suatu sistem pendidikan yang ada.
Pemerintah adalah solusi yang tepat guna dalam mengawal laju dan tumbuh-kembangnya roda pendidikan. Pemerintah bagaikan nafas dalam diri manusia, yang dengannya seorang manusia dapat hidup. Begitu lah perumpamaan layaknya sebuah pemerintah yang hadir di tengah-tengah komunitas dunia pendidikan. Maka kebijakan-kebijakan yang bersifat legalitas dari pemerintah yang diwakili oleh orang-orang pilihan sebagai pendukung dan penghidup bagi tumbuh subur dan mekarnya lingkungan edukasi dalam suatu negara.
Sultan Muhammad Al-Fatih merupakan salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam dunia pendidikan. Sebagai seorang kepala pemerintahan di masanya, beliau juga seorang yang termasuk memiliki kepedulian yang tinggi dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat tergambarkan dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang bersangkut paut dengan dunia pendidikan yang ada di kala itu.
Sebagaimana dikatakan demikian bahwa pemerintah dan kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa merupakan nafas dalam dunia pendidikan, maka lahir dari Sultan Muhammad Al-Fatih berbagai pengaturan yang mengawal lajunya dunia pendidikan pada waktu itu. Kebijakan-kebijakan yang beliau keluarkan berkaitan pada fondasi berdirinya suatu dunia pendidikan yakni tujuan itu sendiri hingga sistem pemberian gaji kepada para pendidik yang melakukan kegiatan pengajaran dalam forum-forum yang terbentuk di masa kejayaan Islam ini.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai berbagai kebijakan-kebijakan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam dunia pendidikan.
B.       Rumusan Masalah
-          Bagaimana biografi dari Sultan Muhammad Al-Fatih?
-          Apa saja kah kebijakan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam dunia pendidikan?
C.      Tujuan Makalah
-          ­Untuk mengetahui biografi Sultan Muhammad Al-Fatih
-          Untuk mengetahui kebijakan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam dunia pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN
a.    Biografi Sultan Muhammad Al-Fatih 
Sultan Mahmed II atau biasa kita kenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih ini dilahirkan pada 29 Maret 1432 Masehi di Adriana polis (perbatasan Turki- Bulgaria). Menaiki tahta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451-1481), beliau dijuluki dengan al-Fatih (sang pembuka/penakluk) dan Abul Khoirat (suka berbuat kebaikan). Dikatakan bahwa ketika menunggu proses kelahirannya, Murad II menenangkan dirinya dengan membaca Al-Qur’an dan lahir lah anaknya saat bacaannya sampai pada surah Al-Fath, surat yang berisi janji-janji Allah SWT akan kemenangan Kaum Muslimin.[1]
Beliau memimpin Daulah Utsmaniyyah setelah wafat ayahnya Sultan Murad II pada tangggal 16 Muharam tahun 855 Hijriyyah atau bertempatan pada 18 februari 1451 Masehi. Usia beliau saat itu 19 tahun.  Beliau seorang sultan yang kuat dan adil, pemberani, tawadhu’ dan tekun beribadah kepada Allah Ta’ala. Sejak maasa pubernya sudah mampu mengungguli teman-teman sebayanya atau orang-orang dewasa saat itu dalam berbagai bidang ilmu.
Lahir sebagai putera ketiga, Muhammad II tidak pernah dipersiapkan ataupun diperkirakan akan menjadi pengganti Sultan Murad II sebagai Putera Mahkota. Muhammad II baru ditetapkan sebagai Putera Mahkota-sebagaimana penjelasan sebelumnya- setelah kematian kedua kakak lelakinya yang berlainan Ibu, Ahmad dan Ali, dalam usia yang masih muda.[2]
Sejak kecil beliau di didik secara intensif oleh para ulama terkemuks dizamannya. Diantara gurunya adalah Muhammad Ismail al-Qourani al-Kurdi. Dibawah bimbingannya, Muhammad belajar dengan giat dan hafal al-Qur’an sejak usia dini. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Sultan Murad II telah mengantar beberapa orang ulama untuk mengajar anaknya (Sultan Muhammad Al-Fatih). Ia juga mengaji berbagai macam disiplin ilmu kepada Syekh Aaq Syamsuddin merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmi-ilmu agama seperti Al-Qur’an, hadist, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), Matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya, Syeikh Aaq Syamsudiin lantas meyakini  Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam di dalam hadits pembukaan Konstantinopel.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta  pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk  melawan kota bandar tersebut.
Wafatnya Sultan Muhammad Al-Fatih
Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad Al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatina, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat ditengah pasukannya pada hari kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/ 3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun.[3]
b.    Kebijakan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam Dunia Pendidikan
            Umat Islam mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan Absiyah. Pada masa itu banyak bermunculan para pemikir Islam kenamaan yang sampai sekarang pemikirannnya masih banyak diperbincangkan dan dijadikan dasar kebijakan bagi pemikiran hingga masa mendatang, baik dalam bidang keagamaan maupun umum. Kemajuan Islam ini tercipta berkat usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik ilmuan, birokrat, agamawan, militer, ekonom, maupun masyarakat umum.
            Pada zaman pertengahan yang diawali dengan runtuhnya Abasiyah di Baghdad akibat serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, pada tahun 1258 hingga akhirnya kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat drastis. Wilayah kekuasaan tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil, sehingga antara yang satu dengan yang lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur. Namun kemalangan tidak cukup sampai disitu, kemudian Timur Lank menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
            Namun tidak harus menunggu dengan waktu yang lama, kemudian keadaan polotik Islam secara keseluruhan berangsur membaik dan pulih bersamaan dengan munculnya tiga kerajaan besar yaitu : Kerajaan Turki Utsmani di Turky (1300-1922), Kerajaan Safawi di Persia (1501-1732), dan Kerajaan Moghul di India (1526-1857). Dari tiga kerajaan yang telah disebutkan, yang paling lama berdirinya adalah Kerajaan Turki Utsmani.
            Kerajaan Turki Utsmani ini tidak bisa disamakan dengan kedua Dinasty yang sebelumnya yaitu Bani Umayyah dan Bani Abasiyah. Tetapi, melihat peranannya sebagai benteng kekuatan umat Islam dalam menangkal bangsa Eropa ke Timur.
            Turki Utsmani telah menunjukan kehebatannya dalam menghadapi serangan musuh, serangan-serangan perluasan yang dilakukan langsung masuk ke wilayah penting termasuk penaklukan Konstantinopel, selain dari itu, Turki Utsmani dianggap sebagai Dinasty yang mampu menghimpun kembali Umat Islam setelah mengalami kemunduran ilmu pengetahuan dan politk. Munculnya kerajaan Turki Utsmani, kembali umat Islam sebagai kekuatan yang solid.[4]
            Berbicara menegenai perkembangan pendidikan Islam pada masa Turki Utsmani dan kebijakan-kebijakan pendidikan pada waktu itu, maka tidak akan terlepas dari unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Karena sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa dunia pendidikan akan senantiasa dikelola dan dinaungi oleh pemerintah beserta kebijakannya. Begitupun pada masa Dinasty Utsmani.
    Masa pemerintan Muhammad al-Fatih bin Murad memberikan arti dan peranan yang sangat penting dalam perkembangan dan kemjuan pendidikan kekhalifahan Turki Ustmaniyyah. Setelah Sultan Muhammad II menaklukkan Istanbul hal pertama yang segera dilakukan selain rekonstruksi kota dan pembangunan ekonomi adalah membangun pusat-pusat pendidikan.
Ø  Pendidik dan Peserta Didik
Kerajaan memberikan perhatian khusus kepada pendidikan para sehzade (pangeran). Sistem pengajaran dan pendidikan seperti bahasa, musik, seni, hukum di dalam istana pertama kali dilakukan oleh Sultan Murad II. Demikianlah para pangeran yang akan menjadi sultan di kemudian hari disiapkan. Muhammad al-Fatih dibesarkan pada masa gemilang pendidikan Turki Ustmaniyyah. Dalam bidang politik, gaya dan pemikiran Muhammad II sangat dipengaruhi oleh ayahnya sultan Murad II.
Muhammad al-Fatih pertama kali belajar kepada Molla Gurani seorang guru spiritual asal Mesir yang hijrah ke Istanbul. Molla Gürânî mendampingi, mendidik dan memberikan nasihat kepada Muhammad al-Fatih sepanjang hayatnya. Molla Gürânî juga sangat memperhatikan halal dan haram makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh Muhammad al-Fatih.
Selain Molla Gurani, guru-guru seperti Molla Husrev, Hoca Zade, Hizir Bey Celebi, Ali Tusi, Molla Zeyrek, Sinan Pasa, Molla Lutfi, Fahreddin al-Ajami, Hoca Hayrettin memberikan perhatian kepada perkembangan dan masa depan Muhammad al-Fatih. Kepada dan bersama alim ulama’ seperti merekalah Muhammad al-Fatih hidup tumbuh dan berkembang.
Dari semua alim ‘ulama di atas, terdapat seorang hoca (guru spiritual) yang mendidik, mengarahkan dan mempersiapkan Muhammad al-Fatih sebagai sang penakluk Istanbul (Konstantinopel) yaitu Aksamsettin. Aksamsettin membentuk karakter pemimpin yang kuat dan islamis pada diri Muhammad al-Fatih, sehingga terbentuklah Muhammad II yang jauh dari kemaksiatan, mabuk dan senantiasa menjaga sholat malamnya.
Muhammad al-Fatih sangat menyukai bidang-bidang keilmuwan seperti kedokteran, ilmu sains dan filsafat. Muhammad al-Fatih tidak hanya menggunakan ilmu militer untuk memcahkan dan memenangkan pertempuran, tetapi juga menggunakan ilmu seni dan sastra.[5]
Pada masa Sultan Mahmud II usaha memperbaiki sistem pendidikan madrasah yang pada saat itu hanya mengajarkan ilmu pengetahuan agama dengan memasukan ilmu pengetahuan umum. Kemudian didirikannya Maktebi Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) yang bertujuan mendidik para siswa menjadi pegawai dan Maktebi Ulum U-Edebiye (Sekolah Sastra), sekolah yang sengaja disediakan untuk menyediakan para penerjemah demi keperluan pemerintah. Adapun siswa dari kedua siswa tersebut adalah siswa terbaik dari madrasah-madrasah tradisional.[6]
Ø  Kurikulum dan  Metode Pendidikan
Pada zaman pertengahan, Kurikulum yang digunakan di sekolah Madrasah tidak menggunakan Kurikulum yang resmi, sehingga pembelajaran di Madrasah hanya dititikberatkan pada pendidikan agama saja. Ketika Sultan Mahmud II berkuasa, Beliau mengeluarkan maklumat tentang pendidikan dasar, mulai adanya perubahan sistem kurikulum. Dengan kurikulum baru tersebut dimasukan pelajaran umum.
Pada 1864, Turki Utsmani membentuk Komisi Sekolah Dasar Muslim. Kurikulum mulai disusun lebih baik dari tahun sebelumnya. Kerikulum ini mulai diajarkan beberapa pelajaran tambahan seperti : Seni Menulis Indah (Kaligrafi), Kewarganegaraan, Geografi, dan Aritmatika.
Dalam bidang pendidikan, Sultan Muhammad Al Fatih telah melampaui prestasi kakaek-kakeknya dalam hal ini. Dia mengerahkan segenap daya dan upaya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, membangun madrasah, serta akademik-akademik. Dia memasukkan bebrapa perubahan dalam sistem pengajaan, mengawasi perubahan kurikulum, serta berusaha mengembangkan model-model pendidikan. Sultan berkeinginan kuat untuk menzebarkan sekolah-sekolah dan akademik itu kesemua kota besar, kota kecil, sampai ke desa-desa terpecil. Untuk itu ia mewakafkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Dia mengorganisir sekolah-sekolah, mengaturnza dalam jenjang dan tingkatan, menuntun peyusunan kurikulum, serta menentukan ilmu-ilmu yang diajarkan di setiap level. Selain itu juga disusun sistem ujian untuk semua siswa.[7]
Seorang siswa tidak berhak naik kelas kecuali benar-benar menguasai ilmu di kelas sebelumnya dan lulus dalam ujian. Beliau selalu memonitor masalah ini dan bimbinganya.
Sistem yang digunakan di sekolah-sekolah Utsmani adalah sistem jurusan. Ilmu-ilmu yang bersangkut paut dengan ilmu-ilmu naqliyah (nash) dan teori memiliki jurusan khusus, demikian juga ilmu-ilmu terapan juga memiliki jurusan khusus, sedangkan para mentri dan ulama, serta orang-orang kaya, merela berlomba-lomba membangun akademi, sekolah-sekolah, masjid dan memberikan wakaf-wakaf.
Sistem pengajaran yang dikembangkan adalah menghafal matan-matan seperti menghafal matan Al-Jurumiah, matan Taqrib, Alfiah, matan Sultan, dan lain-lain. Murid-murid setelah menghafal matan tersebut baru lah mempelajari syarah dan khasiahnya.[8]
Ø  Materi Pendidikan
Materi-materi yang diajarkan adalah meliputi tafsir, hadis, sastra, balaghah, ilmu-ilmu kebahasaan (seperti al-ma’ani, al-badi’, dan al-bayan), arsitektur dan lain-lain[9] 
Ø  Lembaga Pendidikan
Sehari setelah penaklukkan Istanbul yaitu pada tanggal 30 Mei 1453 hari rabu, masjid Ayasofya dan Zeyrek (Pantakrator) secara bersamaan difungsikan sebagai pusat aktivitas pendidikan. Selain itu, Muhammad al-Fatih juga mendirikan Daru’l-Funun yang menjadi cikal bakal Istanbul University pada tahun yang sama.
Sepanjang sejarah, bangsa Turki memang memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia pendidikan ummat Islam. Pada tahun 1076 Nimazmulmulk raja imperium Seljuk mendirikan Madrasah Nizamiye yang kemudian menjadi inspirasi daulah Ustmaniyyah untuk membuka madrasah-madrasah selanjutnya. Pada masa imperium Seljuk, ada beberapa madrasah yang didirikan di Anatolia antara lain :
·      Madrasah Sircali di Konya
·      Madrasah Karatay di Konya
·      İnce Minareli di Konya
·      Madrasah Gok di Sivas
Madrasah pertama yang didirikan oleh Turki Ustmaniyyah dibangun oleh Orhan Gazi di Iznik. Di Bursa, Celebi Mehmet mendirikan sebuah madrasah yang bernama Madrasah Sultaniye, madrasah tempat guru Muhammad al-Fatih Molla Hayrettin dibesarkan. Sedangkan pada pemerintahan sultan Murad II kota Manisa menjadi pusat pendidikan.
Pada pendidikan Madrasah dan Pendidikan Tinggi juga yaitu Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-U Edebiye (Sekolah Sastra), ada perubahan Kurikulum yaitu dengan menambahkan pelajaran Umum. Antara lain : Bahasa Perancis, Ilmu Bumi, Ilmu Ukur, Sejarah dan Ilmu Politik disamping Bahasa Arab. Sekolah pengetahuan umum mendidik siswa menjadi pegawai administrasi, dan sekolah sastra menyiapkan peneterjemahan untuk kepentingan pemerintahan.
Pada sekolah Darul Ulum Hikemiye ve Mekteb-I Tibbiye-I Sabbane, tidak hanya buku kedokteran saja yang diajarkan, tetapi diajarkan pula ilmu alam, filsafat, dan sebagainya. Karena dengan membaca buku-buku tersebut siswa akan memperoleh ide-ide modern dari Barat.
Pada periode sebelum berkuasanya Sultan Mehmed II, pendidikan di Madrasah ditekankan pada studi agama. Namun selanjutnya Madrasah juga memasukan bahan ajaran lainnya selain agama. Maka kemudian muncul daftar pelajaran seperti Ilmu Logika, Filsafat, dan Matematika mulai diajarkan oleh para guru diberbagai Madrasah. Di Madrasah tertentu juga diajarkan Ilmu Kedokteran dan Astronomi.[10]
Ø  Gaji Pendidik           
Sahn-i Seman atau Madaris-i Semaniye yang terdapat 8 (delapan) tingkatan/kelas memiliki 19 ruangan. Di sini terdapat 8 (delapan) müderris guru besar yang masing-masing disediakan sebuah ruangan dengan 50 orang pelayan sehari-hari.
Disetiap Madrasah tersebut, setiap ruangan disediakan lima orang pelayan yang bertugas menyediakan makanan, roti, dan minuman yang satu diantaranya menjadi Muid (Dosen). Selain itu, pada setiap 15 ruangan juga disediakan dua orang Dansmend atau sistem Dosen yang sedang belajar.
Dua ruangan sisanya diperuntukan kepada petugas kebersihan dan penjaga pintu. Muid atau Dosen yang sudah lulus dan memiliki kemampuan yang besar dan hebat akan diberikan tugas untuk mengulang pelajaran yang diberikan oleh Muderis atau guru besar di Madrasah kepada para siswa. Ini dapat diartikan sebagai staj dan latihan untuk mereka.
Madrasah Tetimme atau Musila-i Sahni adalah sebuah Madrasah tingkat tengah atau Tsanawiyah. Setiap Madrasah memiliki 11 ruangan yang ditempati tiga orang siswa. Di Tetimme yang bertugas memberikan pelajaran adalah para Dosen atau Muid.
Muhammad Al-Fatih memberikan gaji yang paling besar kepada para guru-guru. Hal ini diatur dalam Undang-Undang “Kanun-Name-i Al-i Osman”. Sumber dana untuk operasional sekolah dan gaji guru dan petugas Madrasah itu berasal dari wakaf, pajak lokal, zakat fithrah pada akhir Ramadhan, serta uang hasil penjualan kulit hewan Qurban.



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a.       Biografi Sultan Muhammad Al-Fatih
Sultan Mahmed II atau biasa kita kenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih ini dilahirkan pada 29 Maret 1432 Masehi di Adriana polis (perbatasan Turki- Bulgaria). Menaiki tahta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451-1481), beliau dijuluki dengan al-Fatih (sang pembuka/penakluk) dan Abul Khoirat (suka berbuat kebaikan). Dikatakan bahwa ketika menunggu proses kelahirannya, Murad II menenangkan dirinya dengan membaca Al-Qur’an dan lahir lah anaknya saat bacaannya sampai pada surah Al-Fath, surat yang berisi janji-janji Allah SWT akan kemenangan Kaum Muslimin.
b.      Kontribusi Sultan Muhammad Al-Fatih dalam Pendidikan Islam
Konstribusi Muhammad Al-Fatih pada pendidikan Islam di pemerintahan Turki utsmani yang meliputi pembangunan akademik dan sekolah seperti penggunan masjid Aya Sofya, dan Zairek sebagai pusat kegiatan pendidikan Islam, pada masa kecilnya Sultan membangun Madrasah Sultaniye, dibangun juga Darul-Funun yang menjadi cikal bakal tsanbul University.
Kurikulum dan metode pendidikan berupa pendidikan agama dan pendidikan ilmu umum serta pendidikan keahloian. Gaji guru dan petugas madrasah diatur dalam undang-undang ‘Kanun-Name-i Al-i Osman’ yang sumber keuangannya diambil dari lembaga wakaf, dan tingkatan madrasah serta program belajarnya meliputi madrasah Hasiye-i Tecrid, Madrasah Miftah, Madrasah Kurli, Madrasah Ellili, Shan-i Seman, Madrasah Altmisli




Daftar Pustaka
-       Buku
Alatas , Alw, Al-Fatih Sang Penaklik Konstantinopel, (Jakarta : Dzikrul Hakim, 2005)
           Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Utsmani (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2016)
                   , Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk, (Solo : Al-Wafi)
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010)
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta, Kencana, 2015)
-       Internet

-       Jurnal
Mukarom, 2015, Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M, (Jurnal Online UIN Sunan Gunung Djati : Jurnal Tarbiya



[1] Ali Muhammad Ash-Shalabi, Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk, (Solo : Al-Wafi). Hal. 168
[2] Alwi Alatas, Al-Fatih Sang Penaklik Konstantinopel, (Jakarta : Dzikrul Hakim, 2005). Hal. 39
[3] www.muslimmedianews.com/2014/01/inilah-biografi-sang-penakluk.html diakses pada Senin, 12 Maret 2018 pukul 13.00 WIB
[4] Mukarom, 2015, Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M, (Jurnal Online UIN Sunan Gunung Djati : Jurnal Tarbiya halaman 110
[6] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta, Kencana, 2015). Hal. 170
[7] Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Utsmani (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2016), hlm. 168
[8] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010). Hal. 276
[9] Ibid.hlm. 169
[10] Mukarom, 2015, Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M, (Jurnal Online UIN Sunan Gunung Djati : Jurnal Tarbiya halaman 118-119

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.